Kamis, 13 September 2012

Kurikulum Kristen


Kurikulum  Kristen
EVA FREDERIKA, EUNIKE Y. NDIKEN, NOVIANA AMELIA, REGINA PUHIRI Universitas Pelita Harapan, Tangerang



Pendidikan adalah usaha manusia untuk mempelajari dan memperoleh pengetahuan. Menurut Alkitab, yang dalam pandangan hidup Kristen merupakan Firman TUHAN yang memiliki otoritas untuk kehidupan (Van Brummelen,2008,p.43), pengetahuan mengungkapkan pujian atas perbuatan Tuhan (Van Brummelen, 2009,p.118). Oleh karena itu pengetahuan seharusnya dipergunakan untuk mengagungkan kebesaran Tuhan bukan manusia yang adalah ciptaanNya. Landasan pelaksanaan pendidikan terdapat dalam tiga perintah Alkitab, yaitu Mandat Penciptaan, Amanat Agung, dan Perintah Agung(Van Brummelen,2009,p.120). Dalam Mandat Agung, Tuhan memberikan perintah penciptaan kepada manusia untuk menjaga dan melayani (Kejadian 1:28; 2:15; Mazmur 8:6-8). Sekolah harus memberikan pengajaran kepada murid untuk memiliki kemampuan dalam menjaga dunia ini, melalui materi kognitif dan keterampilan (Van Brummelen, 2009,p.120). Namun, karena manusia jatuh di dalam dosa, sehingga Yesus turun ke dalam dunia dan menjadi bagian dari panggilan Amanat Agung, agar manusia yang terpilih menjadi bangsa muridNya dan dipulihkan dengan menyerahkan hidup kepada Yesus Kristus. Oleh karena itu, sekolah harus dapat menantang murid untuk menyerahkan hidup kepada Yesus Kristus dan memahami implikasinya, artinya mengajarkan murid-murid untuk memakai kacamata Firman dalam menghadapi masalah-masalah pribadi maupun masyarakat, dengan mengembangkan karakter dan kecerdasan siswa untuk bertindak berlandaskan prinsip Alkitabiah yang diajarkan Yesus Kristus(Van Brummelen, 2009,p.120). Setelah dosa kita ditebus oleh darah Yesus Kristus, kita harus hidup di dalam Perintah AgungNya untuk mengasihi Tuhan Allah dengan sepenuh hati dan sesama manusia seperti diri sendiri (Lukas 10:27). Dalam hal ini, guru harus mengajarkan siswa mempelajari visi kekristenan dalam kehidupan dan membantu siswa membukakan karunia mereka dengan saling melayani satu sama lain, berbagi kebahagiaan, dan membantu menanggung beban(Van Brummelen, 2009,p.122).
Berdasarkan tiga perintah Alkitab di atas, tugas pendidikan Kristen secara keseluruhan memiliki dua dimensi, yaitu tugas penyembuhan dan tugas perkembangan(Wolterstorff,2004,p.351). Dalam tugas penyembuhan, sekolah harus dapat menjadi pengalaman yang menyembuhkan bagi para murid maupun para guru. Para guru harus mempunyai dua mata dalam menjalankan tugasnya di sekolah, yaitu satu mata untuk mendidik dan memperhatikan para muridnya dan satu mata berikutnya untuk menangis bersama para muridnya bila mereka terluka di luar sekolah agar mereka tahu bahwa sekolah adalah tempat yang aman untuk berlindung(Wolterstorff,2004,p.351). Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan bertujuan untuk mengajarkan pendidikan akademis dan moral. Dalam tugas perkembangan, para guru sekolah Kristen dan dewan sekolah Kristen bertugas untuk mendiskusikan dan memutuskan tentang proses belajar yang bertujuan memperlengkapi murid untuk melaksanakan tugas-tugas mereka dalam kehidupan seperti yang tergambar dalam 3 perintah Alkitab di atas(Wolterstorff,2004,p.338). Tujuan akhir dari dilakukannya kedua tugas pendidikan Kristen di atas yaitu untuk membuat para murid mencintai Tuhan dan melayaniNya dengan jiwa sebagai murid Kristus(Van Dyk,1997,p.20).
Kurikulum adalah kerangka dasar yang berisi tujuan dan sistematika suatu kegiatan belajar dan mengajar, sehingga sebelum melakukan kegiatan pendidikan tenaga pendidik harus menyusun kurikulum yang akan diterapkan dalam proses pendidikannya. Alkitab tidak menyediakan rumus untuk mengorganisasi kurikulum, tetapi Alkitab menyampaikan bahwa seluruh pendidikan harus digunakan untuk menumbuhkembangkan kehidupan yang taat (Van Brummelen,2008,p.96). Sehingga dapat dirumuskan bahwa visi kurikulum Kristen adalah menyampaikan pengetahuan kepada murid untuk suatu tujuan lewat satuan pembelajaran. Tujuan itu adalah tanggapan pribadi siswa terhadap pembelajaran, yang tidak hanya bersifat praktis, tetapi dapat juga berupa psikologi para murid yang merasa sukacita atas ciptaan Allah dan kasihNya serta berdukacita atas dosa(). Isi suatu kurikulum harus memuat berbagai aspek realitas yang telah diciptakan Allah untuk dihadapi dan dilakukan manusia. Aspek-aspek realitas itu meliputi pengakuan (iman), etis, politis, ekonomi, sosial, linguistik, logis, estetis, psikologis, biologis, fisik, spasial, kuantitatif, dan pembentukan budaya(Van Brummelen,2008,p.99). Oleh karena itu, misi kurikulum Kristen adalah memberikan aspek-aspek realitas dalam satuan pembelajaran untuk mengenalkan para siswa dengan keanekaragaman realitas tersebut dan membekali mereka untuk dapat berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat masa kini melalui kemampuan untuk berintegrasi dengan berbagai aspek realitas tersebut(Van Brummelen, 2008,p.96). Bahkan dalam semua pelajaran harus disinggung perspektif Kristen agar murid dapat menjalani kehidupan iman(Wolterstorff,2004,p.16).
Prinsip integrasi di atas memberikan kerangka pemahaman dasar akan pembenaran kurikulum Kristen yang berintegrasi dengan kurikulum pembungkus yang bersifat sekuler. Alkitab tidak menentang prinsip integrasi karena Allah menuntut umatNya untuk dapat menjalani kehidupan yang menyeluruh, seimbang, dan menghormati Allah dalam masyarakat(ad bg.kurikulum inti). Namun Alkitab, dalam Amsal 1:7, menuntut agar umatNya menjadikan takut akan Tuhan sebagai permulaan akan pengetahuan. Sehingga integrasi menjadi benar apabila menjadikan firman Tuhan sebagai fondasi pendidikan Kristen. Pada kurikulum Kristen yang berintegrasi dengan kurikulum pembungkus sekuler, kurikulum Kristen akan disampaikan secara implisit. Sifat implisit dalam konteks ini yaitu tersembunyi dari formasi legalitas terhadap lembaga yang berotoritas terhadap kurikulum pembungkusnya, bukan tersembunyi dari para murid-murid di kelas. Sebagai contoh, Sekolah Pelita Harapan yang memiliki fondasi kurikulum Kristen dan berintegrasi dengan IB Curriculum sebagai kurikulum pembungkusnya. Pada rencana pembelajaran yang diserahkan dari Sekolah Pelita Harapan kepada lembaga pemilik IB Curriculum, tidak dituliskan perspektif Kristen dalam penyampaian pembelajaran di kelas. Tetapi pada rencana pembelajaran pribadi milik sekolah dituliskan dengan jelas perspektif Kristen yang akan dipelajari murid-murid di kelas dan perspektif Kristen tersebut dideklarasikan secara jelas kepada mereka agar dapat mengetahui pengetahuan yang benar menurut Alkitab. Pengertian kurikulum tersembunyi adalah tahap pembelajaran yang tujuan pembelajaran atau isi pembelajarannya tidak dideklarasikan secara terbuka antara pendidik dan murid serta hanya beberapa murid saja yang dapat menangkap tujuan tersembunyi yang diberikan gurunya(Martin,1976). Penggunaan kurikulum Kristen yang berintegrasi dengan kurikulum pembungkus sekuler dapat dibenarkan, karena kurikulum Kristen tersebut tidak dijadikan sebagai kurikulum tersembunyi tetapi disampaikan secara terbuka dan jelas di dalam kelas agar murid-murid memahami pengetahuan sejati di dalam pembelajaran mereka.
Sekolah Kristen harus membimbing murid-muridnya untuk mengkomunikasikan dan membangun teori-teori yang sesuai dengan nilai Alkitabiah pada mata pelajaran sekuler yang diajarkan, bukan hanya sekadar melengkapi dan memperbaiki teori yang ada (Wolterstorff,2004,p.59). Untuk mewujudkannya, guru Kristen harus berani mengangkat isu-isu yang peka dan kontroversial untuk didiskusikan. Diskusi merupakan kegiatan yang sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar karena lewat kegiatan ini guru dan murid-murid dapat bertukar pikiran dan saling mengajukan pertanyaan. Melalui jawaban-jawaban atas pertanyaan itu, guru dapat mengetahui seberapa jauh hasil pengajaran yang telah ditangkap oleh para murid-murid dan dapat mendorong murid-muridnya untuk berefleksi dan berkomunikasi (Van Dyk,1997,p.76). Seorang guru Kristen harus mampu mencari tahu pertanyaan-pertanyaan apa yang ada dalam benak murid-murid dan mendiskusikannya serta memberi jawaban (Wolterstorff,2004,p.204). Sehingga teknik belajar dengan diskusi dan pertanyaan sangat diperlukan. Ada beberapa teknik dalam berdiskusi(Salend,2008,p.378), seperti Collaborative Discussion Teams setelah guru menjelaskan murid membentuk kelompok untuk menjawab pertanyaan setelah itu mereka mempresentasikannya, Send a Problem murid dalam bentuk kelompok mengajukan pertanyaan-pertanyaan kemudian guru membuat daftar pertanyaannya dan pertanyaan-pertanyaan tersebut akan dijawab oleh kelompok-kelompok, dan Numbered Heads Together setiap murid di setiap kelompok berhitung dengan nomor urut yang berbeda dan di saatbguru menerangkan ia mengajukan pertanyaan tiba-tiba pada murid dengan nomor urut tertentu kemudian murid di tiap kelompok dengan nomor urut yang dipanggil akan berdiri dan memberi jawaban. Kegiatan praktek pun diperlukan dalam sekolah agar murid dapat dengan jelas melihat kuasa dan kasih Allah. Pertama, Activities-Oriented Approaches merupakan pendekatan pembelajaran yang menekankan pemahaman murid(Salend,2008,p.483). Pendekatan ini meliputi empat hal, yaitu Engagement mengidentifikasi aktivitas atau hal dalam kehidupan sehari-hari, Exploration mempelajari bagaimana hal itu dapat terjadi, Development menginvestigasi konsep bagaimana hal itu dapat terjadi dengan mencarinya di berbagai sumber, Extension mengaplikasikan pemahaman murid pada situasi yang berbeda. Kedua, Problem-Based Learning merupakan pendekatan pembelajaran yang menekankan pengaplikasian pengetahuan di dalam kehidupan sehari-hari(Salend,2008,p.485). Guru menunjukkan kepada murid-murid informasi dan permasalahan yang berhubungan dengan situasi kehidupan nyata dan murid mendiskusikan permasalahan ini dan hubungannya dengan kehidupan mereka. Strategi-stragi mengajar di atas dapat digunakan dalam porsi yang seimbang tidak cenderung memprioritaskan salah satu dari teknik-teknik tersebut. Sebelum memutuskan teknik yang akan digunakan, guru Kristen dapat melakukan tahap pada empat fase belajar (Van Brummelen,1998,p.109) berikut yaitu pertama, menentukan tingkatan, guru mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi, murid menampilkan pengetahuan dari pengalaman. Kedua, penyingkapan guru-guru, guru menunjukkan keterikatan ide-ide dan konsep kunci, murid mengumpulkan informasi dan memperoleh pemahaman teori nonverbal. Ketiga, perumusan kembali, guru menyediakan kegiatan latihan, murid memecahkan persoalan dan bereksperimen. Keempat, transenden, guru memberi kesempatan dan pilihan serta membuka wawasan baru, murid mengarang dan mencipta serta menentukan tujuan hidup. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam kurikulum Kristen tidak hanya sekadar Chapel, pembacaan Kitab Suci, doa, dan lagu rohani saja yang penting, tetapi juga cara penyampaian pengetahuan di dalam kegiatan belajar mengajar karena dapat membentuk kepribadian murid. Oleh karena itu materi pelajaran baik dari buku cetak maupun sumber yang lainnya harus dipikirkan secara kritis oleh guru Kristen karena guru Kristen harus dapat mengajar pengetahuan yang sepenuhnya mencerminkan pengetahuan menurut pandangan Alkitab dan mampu menganalisis akar pandangan dunia dari dokumen kurikulum yang diterapkan sekolah (Van Brummelen,2009,p.113). Guru Kristen harus sangat berhati-hati dan bijaksana dalam menggunakan otoritasnya untuk menyampaikan kebenaran Firman Tuhan dalam pengajarannya(Berkhof,Van Til,2004,p.177).
Salah satu tugas yang dapat diberikan guru kepada muridnya yaitu tugas portfolio. Melalui tugas portfolio murid dapat menunjukkan hasil perkembangannya selama masa pembelajaran dengan mensintesis sesuatu dan menuliskannya dalam bentuk tertulis yang reflektif(Sandle,2008,p.513). Portfolio terdiri atas lima jenis(Sandle,2008,p.513), yaitu A showcase portfolio menuntut murid menunjukkan hasil sintesis terbaiknya dan digunakan untuk membantu murid dapat memasuki program sekolah tertentu, a reflective portfolio membantu guru, murid, dan anggota keluarganya untuk menilai pembelajaran murid termasuk sikap, strategi, dan pengetahuannya, a cumulative portfolio menunjukkan perubahan hasil dan proses yang dihubungkan dengan pembelajaran murid selama tahun ajaran sekolah, a goal-based portfolio area tugas ditentukan agar menghasilkan tujuan yang ditetapkan, dan a process portfolio memuat langkah-langkah dan proses murid dalam melengkapi suatu tugasnya. Portfolio tidak menjadikan pembelajaran terpusat pada murid apabila digunakan dalam dasar yang benar. Guru Kristen harus menekankan bahwa ketika murid-murid mengerjakan hal itu, mereka harus melakukannya dengan landasan yang terdapat dalam tiga perintah Alkitab, yaitu Mandat Penciptaan, Mandat Agung, dan Perintah Agung.
Pada akhirnya, sekolah Kristen harus dapat membudayakan kehidupan Kristen terhadap murid-muridnya dalam segala aspek kehidupan(Wolterstorff,2004,p.22). Guru adalah pemeran utama dalam dunia pendidikan karena yang secara langsung menyampaikan pengetahuan sejati terhadap murid. Oleh karena itu seorang guru Kristen berada di barisan paling depan dalam memenangkan jiwa murid-muridnya untuk menyerahkan hidup kepada Yesus Kristus.
DAFTAR PUSTAKA
Berkhof, L., Van Til, C.(2004).Dasar Pendidikan Kristen:Foundations of Christian Education.Surabaya:Momentum
Martin, Jane R,.(1976). What Should We Do with a Hidden Curriculum When We Find One?. Curriculum Inquiry, Vol. 6, No. 2. Retrieved May 15, 2011, from http://www.jstor.org/stable/1179759
Salend, Spencer J.(2008).Creating Inclusive Classroom:Effective and Reflective Practices (6th edition).New Jersey:Pearson Prentice Hall
Van Brummelen, H.(2009).Berjalan dengan Tuhan di dalam Kelas:Pendekatan Kristiani untuk Pembelajaran.Jakarta:Universitas Pelita Harapan
Van Brummelen, H.(2008).Batu Loncatan Kurikulum:Berdasarkan Alkitab.Jakarta:Universitas Pelita Harapan
Van Dyk, John.(1997).Letters to Lisa.Iowa:Dordt Press
Wolterstorf, Nicholas P.(2004).Mendidik untuk Kehidupan.Surabaya:Momentum


1 komentar: