Kurikulum Kristen
EVA FREDERIKA,
EUNIKE Y. NDIKEN, NOVIANA AMELIA, REGINA PUHIRI Universitas Pelita Harapan, Tangerang
Pendidikan adalah usaha manusia untuk mempelajari
dan memperoleh pengetahuan. Menurut Alkitab, yang dalam pandangan hidup Kristen
merupakan Firman TUHAN yang memiliki otoritas untuk kehidupan (Van
Brummelen,2008,p.43), pengetahuan mengungkapkan pujian atas perbuatan Tuhan (Van
Brummelen, 2009,p.118). Oleh karena itu pengetahuan seharusnya dipergunakan
untuk mengagungkan kebesaran Tuhan bukan manusia yang adalah ciptaanNya. Landasan
pelaksanaan pendidikan terdapat dalam tiga perintah Alkitab, yaitu Mandat
Penciptaan, Amanat Agung, dan Perintah Agung(Van Brummelen,2009,p.120). Dalam
Mandat Agung, Tuhan memberikan perintah penciptaan kepada manusia untuk menjaga
dan melayani (Kejadian 1:28; 2:15; Mazmur 8:6-8). Sekolah harus memberikan
pengajaran kepada murid untuk memiliki kemampuan dalam menjaga dunia ini,
melalui materi kognitif dan keterampilan (Van Brummelen, 2009,p.120). Namun,
karena manusia jatuh di dalam dosa, sehingga Yesus turun ke dalam dunia dan
menjadi bagian dari panggilan Amanat Agung, agar manusia yang terpilih menjadi bangsa
muridNya dan dipulihkan dengan menyerahkan hidup kepada Yesus Kristus. Oleh
karena itu, sekolah harus dapat menantang murid untuk menyerahkan hidup kepada
Yesus Kristus dan memahami implikasinya, artinya mengajarkan murid-murid untuk
memakai kacamata Firman dalam menghadapi masalah-masalah pribadi maupun
masyarakat, dengan mengembangkan karakter dan kecerdasan siswa untuk bertindak
berlandaskan prinsip Alkitabiah yang diajarkan Yesus Kristus(Van Brummelen,
2009,p.120). Setelah dosa kita ditebus oleh darah Yesus Kristus, kita harus
hidup di dalam Perintah AgungNya untuk mengasihi Tuhan Allah dengan sepenuh
hati dan sesama manusia seperti diri sendiri (Lukas 10:27). Dalam hal ini, guru
harus mengajarkan siswa mempelajari visi kekristenan dalam kehidupan dan
membantu siswa membukakan karunia mereka dengan saling melayani satu sama lain,
berbagi kebahagiaan, dan membantu menanggung beban(Van Brummelen, 2009,p.122).
Berdasarkan tiga perintah Alkitab di atas, tugas
pendidikan Kristen secara keseluruhan memiliki dua dimensi, yaitu tugas
penyembuhan dan tugas perkembangan(Wolterstorff,2004,p.351). Dalam tugas penyembuhan,
sekolah harus dapat menjadi pengalaman yang menyembuhkan bagi para murid maupun
para guru. Para guru harus mempunyai dua mata dalam menjalankan tugasnya di
sekolah, yaitu satu mata untuk mendidik dan memperhatikan para muridnya dan
satu mata berikutnya untuk menangis bersama para muridnya bila mereka terluka
di luar sekolah agar mereka tahu bahwa sekolah adalah tempat yang aman untuk
berlindung(Wolterstorff,2004,p.351). Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan
bertujuan untuk mengajarkan pendidikan akademis dan moral. Dalam tugas perkembangan,
para guru sekolah Kristen dan dewan sekolah Kristen bertugas untuk
mendiskusikan dan memutuskan tentang proses belajar yang bertujuan
memperlengkapi murid untuk melaksanakan tugas-tugas mereka dalam kehidupan seperti
yang tergambar dalam 3 perintah Alkitab di atas(Wolterstorff,2004,p.338).
Tujuan akhir dari dilakukannya kedua tugas pendidikan Kristen di atas yaitu
untuk membuat para murid mencintai Tuhan dan melayaniNya dengan jiwa sebagai
murid Kristus(Van Dyk,1997,p.20).
Kurikulum adalah kerangka dasar yang berisi tujuan
dan sistematika suatu kegiatan belajar dan mengajar, sehingga sebelum melakukan
kegiatan pendidikan tenaga pendidik harus menyusun kurikulum yang akan
diterapkan dalam proses pendidikannya. Alkitab tidak menyediakan rumus untuk
mengorganisasi kurikulum, tetapi Alkitab menyampaikan bahwa seluruh pendidikan
harus digunakan untuk menumbuhkembangkan kehidupan yang taat (Van
Brummelen,2008,p.96). Sehingga dapat dirumuskan bahwa visi kurikulum Kristen
adalah menyampaikan pengetahuan kepada
murid untuk suatu tujuan
lewat satuan pembelajaran. Tujuan itu adalah tanggapan pribadi siswa terhadap pembelajaran, yang tidak hanya bersifat praktis, tetapi dapat juga berupa
psikologi
para murid yang merasa sukacita
atas ciptaan Allah dan kasihNya serta berdukacita atas dosa(). Isi suatu
kurikulum harus memuat berbagai aspek realitas yang telah diciptakan Allah untuk
dihadapi dan dilakukan manusia. Aspek-aspek realitas itu meliputi pengakuan
(iman), etis, politis, ekonomi, sosial, linguistik, logis, estetis, psikologis,
biologis, fisik, spasial, kuantitatif, dan pembentukan budaya(Van
Brummelen,2008,p.99). Oleh karena itu, misi kurikulum Kristen adalah memberikan aspek-aspek realitas dalam satuan
pembelajaran untuk mengenalkan para siswa dengan keanekaragaman realitas
tersebut dan membekali mereka untuk dapat berpartisipasi dalam kehidupan
masyarakat masa kini melalui kemampuan untuk berintegrasi dengan berbagai aspek
realitas tersebut(Van Brummelen, 2008,p.96). Bahkan dalam semua pelajaran harus
disinggung perspektif Kristen agar murid dapat menjalani kehidupan iman(Wolterstorff,2004,p.16).
Prinsip integrasi di atas memberikan kerangka
pemahaman dasar akan pembenaran kurikulum Kristen yang berintegrasi dengan kurikulum
pembungkus yang bersifat sekuler. Alkitab tidak menentang prinsip integrasi
karena Allah menuntut umatNya untuk dapat menjalani kehidupan yang menyeluruh,
seimbang, dan menghormati Allah dalam masyarakat(ad bg.kurikulum inti). Namun Alkitab,
dalam Amsal 1:7, menuntut agar umatNya menjadikan takut akan Tuhan sebagai
permulaan akan pengetahuan. Sehingga integrasi menjadi benar apabila menjadikan
firman Tuhan sebagai fondasi pendidikan Kristen. Pada kurikulum Kristen yang
berintegrasi dengan kurikulum pembungkus sekuler, kurikulum Kristen akan
disampaikan secara implisit. Sifat implisit dalam konteks ini yaitu tersembunyi
dari formasi legalitas terhadap lembaga yang berotoritas terhadap kurikulum
pembungkusnya, bukan tersembunyi dari para murid-murid di kelas. Sebagai
contoh, Sekolah Pelita Harapan yang memiliki fondasi kurikulum Kristen dan
berintegrasi dengan IB Curriculum sebagai kurikulum pembungkusnya. Pada rencana
pembelajaran yang diserahkan dari Sekolah Pelita Harapan kepada lembaga pemilik
IB Curriculum, tidak dituliskan perspektif Kristen dalam penyampaian
pembelajaran di kelas. Tetapi pada rencana pembelajaran pribadi milik sekolah
dituliskan dengan jelas perspektif Kristen yang akan dipelajari murid-murid di
kelas dan perspektif Kristen tersebut dideklarasikan secara jelas kepada mereka
agar dapat mengetahui pengetahuan yang benar menurut Alkitab. Pengertian
kurikulum tersembunyi adalah tahap pembelajaran yang tujuan pembelajaran atau
isi pembelajarannya tidak dideklarasikan secara terbuka antara pendidik dan
murid serta hanya beberapa murid saja yang dapat menangkap tujuan tersembunyi
yang diberikan gurunya(Martin,1976). Penggunaan kurikulum Kristen yang
berintegrasi dengan kurikulum pembungkus sekuler dapat dibenarkan, karena
kurikulum Kristen tersebut tidak dijadikan sebagai kurikulum tersembunyi tetapi
disampaikan secara terbuka dan jelas di dalam kelas agar murid-murid memahami
pengetahuan sejati di dalam pembelajaran mereka.
Sekolah Kristen harus membimbing murid-muridnya
untuk mengkomunikasikan dan membangun teori-teori yang sesuai dengan nilai
Alkitabiah pada mata pelajaran sekuler yang diajarkan, bukan hanya sekadar
melengkapi dan memperbaiki teori yang ada (Wolterstorff,2004,p.59). Untuk
mewujudkannya, guru Kristen harus berani mengangkat isu-isu yang peka dan
kontroversial untuk didiskusikan. Diskusi merupakan kegiatan yang sangat
penting dalam kegiatan belajar mengajar karena lewat kegiatan ini guru dan
murid-murid dapat bertukar pikiran dan saling mengajukan pertanyaan. Melalui
jawaban-jawaban atas pertanyaan itu, guru dapat mengetahui seberapa jauh hasil
pengajaran yang telah ditangkap oleh para murid-murid dan dapat mendorong
murid-muridnya untuk berefleksi dan berkomunikasi (Van Dyk,1997,p.76). Seorang
guru Kristen harus mampu mencari tahu pertanyaan-pertanyaan apa yang ada dalam
benak murid-murid dan mendiskusikannya serta memberi jawaban
(Wolterstorff,2004,p.204). Sehingga teknik belajar dengan diskusi dan pertanyaan
sangat diperlukan. Ada beberapa teknik dalam berdiskusi(Salend,2008,p.378),
seperti Collaborative Discussion Teams
setelah guru menjelaskan murid membentuk kelompok untuk menjawab pertanyaan
setelah itu mereka mempresentasikannya, Send
a Problem murid dalam bentuk kelompok mengajukan pertanyaan-pertanyaan
kemudian guru membuat daftar pertanyaannya dan pertanyaan-pertanyaan tersebut
akan dijawab oleh kelompok-kelompok, dan Numbered
Heads Together setiap murid di setiap kelompok berhitung dengan nomor urut
yang berbeda dan di saatbguru menerangkan ia mengajukan pertanyaan tiba-tiba pada
murid dengan nomor urut tertentu kemudian murid di tiap kelompok dengan nomor
urut yang dipanggil akan berdiri dan memberi jawaban. Kegiatan praktek pun
diperlukan dalam sekolah agar murid dapat dengan jelas melihat kuasa dan kasih
Allah. Pertama, Activities-Oriented
Approaches merupakan pendekatan pembelajaran yang menekankan pemahaman
murid(Salend,2008,p.483). Pendekatan ini meliputi empat hal, yaitu Engagement mengidentifikasi aktivitas
atau hal dalam kehidupan sehari-hari, Exploration
mempelajari bagaimana hal itu dapat terjadi, Development menginvestigasi konsep bagaimana hal itu dapat terjadi
dengan mencarinya di berbagai sumber, Extension
mengaplikasikan pemahaman murid pada situasi yang berbeda. Kedua, Problem-Based Learning merupakan
pendekatan pembelajaran yang menekankan pengaplikasian pengetahuan di dalam
kehidupan sehari-hari(Salend,2008,p.485). Guru menunjukkan kepada murid-murid
informasi dan permasalahan yang berhubungan dengan situasi kehidupan nyata dan
murid mendiskusikan permasalahan ini dan hubungannya dengan kehidupan mereka. Strategi-stragi
mengajar di atas dapat digunakan dalam porsi yang seimbang tidak cenderung
memprioritaskan salah satu dari teknik-teknik tersebut. Sebelum memutuskan
teknik yang akan digunakan, guru Kristen dapat melakukan tahap pada empat fase
belajar (Van Brummelen,1998,p.109) berikut yaitu pertama, menentukan tingkatan,
guru mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi, murid menampilkan pengetahuan
dari pengalaman. Kedua, penyingkapan guru-guru, guru menunjukkan keterikatan
ide-ide dan konsep kunci, murid mengumpulkan informasi dan memperoleh pemahaman
teori nonverbal. Ketiga, perumusan kembali, guru menyediakan kegiatan latihan,
murid memecahkan persoalan dan bereksperimen. Keempat, transenden, guru memberi
kesempatan dan pilihan serta membuka wawasan baru, murid mengarang dan mencipta
serta menentukan tujuan hidup. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam
kurikulum Kristen tidak hanya sekadar Chapel, pembacaan Kitab Suci, doa, dan
lagu rohani saja yang penting, tetapi juga cara penyampaian pengetahuan di
dalam kegiatan belajar mengajar karena dapat membentuk kepribadian murid. Oleh
karena itu materi pelajaran baik dari buku cetak maupun sumber yang lainnya harus
dipikirkan secara kritis oleh guru Kristen karena guru Kristen harus dapat
mengajar pengetahuan yang sepenuhnya mencerminkan pengetahuan menurut pandangan
Alkitab dan mampu menganalisis akar pandangan dunia dari dokumen kurikulum yang
diterapkan sekolah (Van Brummelen,2009,p.113). Guru Kristen harus sangat
berhati-hati dan bijaksana dalam menggunakan otoritasnya untuk menyampaikan
kebenaran Firman Tuhan dalam pengajarannya(Berkhof,Van Til,2004,p.177).
Salah satu tugas yang dapat diberikan guru kepada
muridnya yaitu tugas portfolio. Melalui
tugas portfolio murid dapat menunjukkan hasil perkembangannya selama masa
pembelajaran dengan mensintesis sesuatu dan menuliskannya dalam bentuk tertulis
yang reflektif(Sandle,2008,p.513). Portfolio terdiri atas lima
jenis(Sandle,2008,p.513), yaitu A
showcase portfolio menuntut murid menunjukkan hasil sintesis terbaiknya dan
digunakan untuk membantu murid dapat memasuki program sekolah tertentu, a reflective portfolio membantu guru,
murid, dan anggota keluarganya untuk menilai pembelajaran murid termasuk sikap,
strategi, dan pengetahuannya, a
cumulative portfolio menunjukkan perubahan hasil dan proses yang
dihubungkan dengan pembelajaran murid selama tahun ajaran sekolah, a goal-based portfolio area tugas
ditentukan agar menghasilkan tujuan yang ditetapkan, dan a process portfolio memuat langkah-langkah dan proses murid dalam
melengkapi suatu tugasnya. Portfolio tidak menjadikan pembelajaran terpusat
pada murid apabila digunakan dalam dasar yang benar. Guru Kristen harus
menekankan bahwa ketika murid-murid mengerjakan hal itu, mereka harus
melakukannya dengan landasan yang terdapat dalam tiga perintah Alkitab, yaitu
Mandat Penciptaan, Mandat Agung, dan Perintah Agung.
Pada akhirnya, sekolah Kristen harus dapat
membudayakan kehidupan Kristen terhadap murid-muridnya dalam segala aspek
kehidupan(Wolterstorff,2004,p.22). Guru adalah pemeran utama dalam dunia
pendidikan karena yang secara langsung menyampaikan pengetahuan sejati terhadap
murid. Oleh karena itu seorang guru Kristen berada di barisan paling depan
dalam memenangkan jiwa murid-muridnya untuk menyerahkan hidup kepada Yesus
Kristus.
DAFTAR PUSTAKA
Berkhof, L., Van Til,
C.(2004).Dasar Pendidikan Kristen:Foundations of Christian
Education.Surabaya:Momentum
Martin, Jane R,.(1976). What Should
We Do with a Hidden Curriculum When We Find One?. Curriculum Inquiry, Vol. 6,
No. 2. Retrieved May 15, 2011, from http://www.jstor.org/stable/1179759
Salend, Spencer J.(2008).Creating
Inclusive Classroom:Effective and Reflective Practices (6th
edition).New Jersey:Pearson Prentice Hall
Van Brummelen, H.(2009).Berjalan
dengan Tuhan di dalam Kelas:Pendekatan Kristiani untuk Pembelajaran.Jakarta:Universitas
Pelita Harapan
Van Brummelen, H.(2008).Batu
Loncatan Kurikulum:Berdasarkan Alkitab.Jakarta:Universitas Pelita Harapan
Van Dyk, John.(1997).Letters to
Lisa.Iowa:Dordt Press
Wolterstorf, Nicholas
P.(2004).Mendidik untuk Kehidupan.Surabaya:Momentum
terimakasih buat sarannya
BalasHapus