Di suatu desa, ada banyak para pengusaha yang membuka usaha dagang. Mereka rata-rata membuka toko. Akan tetapi , banyak sekali dari mereka yang membuka usahanya bukan dengan cara yang jujur. Mengapa? Karena pada awalnya mereka memulai usaha mereka bukan dengan hasil keringat sendiri.
Termasuk keluarga yang satu ini, sebut saja keluarga Ing. Keluarga ini mempunyai 2 orang putri dan seorang putra. Kedua putri mereka sangat cantik sekali dan putra mereka tampan. Mereka sekeluarga berencana untuk membuat sebuah usaha keluarga. Akan tetapi mereka takut dan khawatir kalau usaha mereka itu nantinya tidak membuahkan keuntungan besar. Sehingga suami-istri keluarga Ing memutuskan untuk pergi ke Gunung Kawi, untuk bertapa dan memuja roh yang dapat membantu usaha keluarga ini di masa depannya. Mereka membawa sesajen saat pergi ke tempat itu. Anak-anak mereka tidak tahu tentang hal ini.
Entah apa yang terjadi saat mereka sedang berada di gunung itu. Entah pula apa yang mereka dapatkan. Hanya saja sepulang dari sana, mereka menyiapkan sebuah meja sesajen yang selalu diisi dengan buah-buahan dan dupa harum di suatu ruangan khusus di dalam rumah mereka. Lalu keesokan harinya, suami-istri keluarga Ing memulai pembangunan toko mereka. Mereka membuka toko sejenis toko kelontong. Pembangunan itu selesai dalam waktu 1 bulan. Sampai akhirnya toko tersebut siap diisi oleh barang2 yang akan dijual. Dan toko tersebut menjadi toko kelontong terlengkap di desa itu. Bukan hanya terlengkap, tapi juga terlaris di desa itu.
Anak-anak dari keluarga Ing ini, khususnya anak pertama yang adalah anak perempuan mereka, yang sudah lulus SMA, ikut membantu menjadi kasir di toko itu, sebut saja namanya Yin. Ia setiap hari selalu membantu orang tuanya di toko tersebut. Adik-adiknya biasanya hanya membantu di saat-saat tertentu saja, dimana mereka libur. Tanpa kenal lelah, Yin membantu orang tuanya melayani para pelanggan dengan ramah dan ikut pula membantu membuat buku kas untuk menghitung untung rugi mereka dalam 1 hari.
“Mi, Yin udah itung nih uang kita hari ini, kita dapet untung 300.000, terus udah Yin masukin juga ke dalem buku kas ya mi.”, kata Yin.
“Oke. Oh iya, besok kamu tolong ke kota ya, ke toko grosir Wijaya, bareng mobil pick up, kita mau stock barang baru, nanti kamu awasin barang-barang yang dimasukkin ke pick up nya. Liat sesuai list ini atau ga”, jawab Ibu Ing.
Mereka biasanya mengambil barang-barang di toko grosir itu setiap 2 minggu sekali. Dan biasanya saat mengangkut barang-barang yang dibeli Yin, tidak hanya mobil pick-up nya saja yang mengangkutnya, tetapi juga mobil truk milik toko grosir tersebut ikut mengangkutnya. Dan Yin selalu turut apa kata mami papinya, apalagi dalam hal membantu bisnis keluarganya itu, ia yang selalu pergi ke toko grosir tersebut.
Satu tahun pun berlalu sudah. Usaha mereka, berjalan dengan baik. Bahkan menjelang tahun kedua bisnis keluarga ini, suami-istri keluarga Ing memutuskan untuk menjadikan toko mereka ini sebagai minimarket karena saking larisnya toko mereka. Itulah kabar baiknya. Dan kabar buruknya adalah tiba-tiba ada kabar misterius yang muncul. Terdengar bahwa pembantu keluarga Ing, yang biasa melayani di rumah mereka, meninggal dunia. Tidak diketahui sebabnya, tiba-tiba saja ia ditemukan meninggal dunia di kamarnya. Akhirnya keluarga Ing membiayai pemakaman pembantunya ini dan memakamkannya di kampung asal pembantunya.
Keesokan harinya, setelah hari itu pun berlalu, mereka melanjutkan usaha mereka kembali, bahkan setelah toko itu menjadi minimarket, pelanggan pun melimpah ruah.
“Pi, kita mesti cari kasir baru nih, kita mesti buka 3 jalur kasir, biar ga ngantri panjang gini kalo orang mau belanja”, kata Bu Ing.
“Iya si Mi, kalo ga ntar anaknya si Asan aja kita tawarin jadi kasir, sekalian ntar minta dia tawarin temennya juga jadi kasir. Ntar sore dah saya ke sono”, kata Pak Ing.
“Yin aja kalo ga yang ke sono, soalnya kan Yin udah kenal banget sama anaknya Om Asan. Dulu kan sempet sering maen bareng pas kecil”, seru Yin.
“Oh ya udah. Sekalian juga bilangin masalah gajinya per bulan 400.000 ya, ntar per harinya kita kasih uang makan 10.000”, kata Pak Ing.
Setelah Yin pergi ke rumah Pak Asan, masalah kekurangan kasir pun telah beres. Anak-anak Pak Asan dan temannya mau menjadi kasir di toko itu. Keesokan harinya, setiap seminggu sekali Yin selalu pergi ke kota, ke toko grosir Wijaya, langganan keluarganya untuk mengambil barang pesanan. Semenjak menjadi minimarket, Yin selalu ke toko itu setiap seminggu sekali, tidak seperti dulu yang hanya 2 minggu sekali. Ternyata dari semenjak Yin pertama kali disuruh mengambil barang pesanan, ia diam-diam suka terhadap anak laki-laki pemilik toko tempatnya mengambil barang pesanan di kota itu, sebut saja namanya Yang. Diam-diam, Yin suka memperhatikan Yang. Ia merasa sangat senang apabila Yang melayaninya dalam memberikan barang-barang pesanan keluarganya itu. Ia selalu berusaha memulai percakapan dengan Yang. Yang pun menanggapinya dengan baik dan penuh senyum.
“Ko, ini daftar belanjaan dari papi saya,” kata Yin.
“Oke. Tunggu sebentar ya,” jawab Yang.
Diam-diam, Yin memperhatikan saat Yang mengambil barang-barang yang dipesan Yin di tempat asal barang-barang tersebut dan mengaguminya saat Yang menyuruh pesuruhnya untuk membantu mengambilkannya, karena menurutnya pemuda itu sangat berwibawa. Ia sungguh sangat menikmati wajah Yang selama 30 menit. Akhirnya Yin mengetahui bahwa nama pemuda itu “Yang” dari ayahnya yang pada suatu hari pernah memanggilnya Yang.
“Barang-barangnya sudah ditaruh di mobil pick-up mu. Ini bonnya. Terima kasih ya!”kata Yang.
“Sama-sama, terimakasih juga ya!”jawab Yin
Sebenarnya Yin ingin sekali mengobrol lebih lama dengannya, hanya saja ia tidak tahu topik pembicaraan apa yang tepat untuk memulai mengobrol dengannya. Akhirnya ia tidak jadi memulai percakapan dengan Yang, karena ia takut kalau-kalau nanti ia terlihat garing di depan Yang. Yin pun pergi denga rasa sedikit kecewa karena hari itu ia tidak berhasil memenuhi keinginan hatinya yaitu mengobrol dengannya.
Di tengah perjalanan pulangnya itu, Yin melihat ada seorang nenek tua di tengah jalanan pasar yang dilewatinya saat pulang, sedang berjualan mainan anak-anak yang terbuat dari kertas, seperti wayang-wayangan, topeng-topengan, dan ular-ularan. Ia sangat iba melihatnya. Ia bisa memperhatikan nenek itu, karena tiba-tiba ada karung sayuran yang jatuh dari sebuah becak, sehingga menghalangi jalan tempat kendaraan lalu lalang. Karena jalan di depan pasar itu sempit, sehingga mobil pick-up Yin tertahan di belakang becak tersebut. Dan saat ia melihat ke pinggir jalan pasar itu, terlihatlah nenek itu di pandangannya. Ia memperhatikan selama 3 menit. Ia selalu tak tega bila melihat manula yang masih bekerja keras. Segeralah ia turun untuk membeli semua mainan nenek itu. Totalnya 25 ribu rupiah. Nenek itu hanya tersenyum dan berkata, “Atuh nuhun ya Neng!” Seusai membereskan barang-barangnya, nenek itu bergegas pulang. Yin terpikir untuk menjual mainan tersebut di minimarket keluarganya.
Yin pun segera naik mobil pick-up nya untuk bergegas pulang. Sesampainya di minimarketnya, ia langsung menyuruh pegawai minimarketnya untuk mengangkut barang-barang di minimarketnya dan menuju Ibu Ing untuk melaporkan hasil belanjaannya serta memberitahunya info tambahan, kalau ia membawa barang jualan yang baru yang akan dijual di minimarket itu. Ibunya mengizinkannya untuk menjual mainan dari nenek itu serta menaruhnya di kasir. Sehingga gampang terlihat oleh para pengunjung yang datang untuk berbelanja. Dan minggu itupun berlalu seperti minggu-minggu sebelumnya. Minimarket itu pun selalu ramai pengunjung.
Keesokan harinya, tibalah hari Imlek. Ada kebiasaan yang selalu dilakukan oleh keluarga Ing. Mereka sekeluarga biasanya pergi ke Klenteng yang letaknya tak jauh dari rumahnya. Setelah mereka sekeluarga sembahyang di sana, mereka membungkus sembako yang akan dibagikan ke orang-orang Chinese peranakan di daerah sekitar itu, terutama bagi kaum manula yang ada di sana. Hal itu dilakukan karena hari kemarinnya, Yin memberikan ide pada orang tuanya agar melakukan tindakan dermawan itu karena ia sangat memperhatikan manula. Dan biasanya yang mengantar barang-barang sembako itu adalah Yin dan para pesuruhnya.
“Mi, aku berangkat ke rumah Mak Amoy ya,” kata Yin.
Mak Amoy adalah nenek yang tinggal hanya seorang diri di rumahnya. Dan Mak Amoy memiliki penyakit TBC dan reumatik, sehingga saat berjalan ia terlihat pincang karena menahan sakit yang ada di kakinya. Setiap bulannya, nenek ini mendapat uang gaji dari keponakannya yang bekerja di kota. Tapi uang yang diberinya tidaklah seberapa. Dan kebetulan Yin mengenal nenek ini. Sehingga Yin selalu memberi sembako berupa beras, minyak, dan mie instan, setiap bulan kepada Mak Amoy. Inilah yang membut Yin agak dekat dengan Mak Amoy. Ditambah Mak Amoy adalah seorang nenek yang baik hati. Setiap kali Yin mampir ke rumah Mak Amoy, ia selalu menyempatkan diri untuk bercerita tentang kesehariannya, termasuk tentang Yang, lelaki yang Yin suka. Mak Amoy sering memberikan nasihat terhadap masalah-masalah yang dihadapinya.
Seminggu kemudian, tibalah hari yang sangat istimewa bagi Yin, karena itulah hari ulang tahunnya. Kebetulan hari itu adalah hari Minggu, dimana Yin selalu pergi ke kota untuk mengambil barang-barang untuk minimarketnya. Saat itu Yin mengajak anak Pak Asan, yang bernama Disa untuk menemaninya. Disa mengetahui dari adiknya Yin bahwa hari itu Yin berulang-tahun. Saat mereka tiba di toko grosiran langganannya itu, kembali, Yin merasa sangat gembira karena melihat wajah Yang lagi.
“Ko, kali ini air mineralnya ditambah 10 dus lagi,” kata Yin
“Cie, mentang-mentang hari ini kamu ulang tahun, kamu beli air mineralnya banyakan buat dikasih ke aku ya?hehe,” kata Disa.
“Oh, hari ini kamu ulang tahun ya? Selamat ya! Semoga panjang umur dan sukses ya!” seru Yang.
“Terima kasih ya Ko!”kata Yin dengan hati yang sangat berbunga-bunga karena ia tidak menyangka bahwa Yang akan memberikannya ucapan selamat.
“Oh iya nama kamu siapa?” tanya Yang.
“Namaku Yin, kamu?” kata Yin.
“Ehm, cie…!!” seru Disa.
“Nama saya Yang. Oh iya, barang-barangnya udah beres semua, ini bonnya” jawab Yang.
“Makasi banyak ya. Kita pergi dulu ya. Dah!” kata Yin.
Saat perjalanan pulang, wajah Yin terlihat berseri-seri karena ia sangat senang sekali, di hari ulang tahunnya itu ia mengalami kejadian yang istimewa bersama orang yang istimewa di hatinya. Disa pun hanya ikut tersenyum bila melihat wajah Yin.
Dua tahun sudah, keluarga Ing menjalankan bisnis keluarganya itu, yakni minimarket tersebut. Mereka menjadi orang yang kaya raya. Mereka pun merenovasi rumah mereka. Bahkan mereka memagari rumahnya dengan pagar besi yang tertutup rapat, agar orang-orang di kampunya tidak ada yang dapat mencuri di rumahnya karena kekayaan mereka yang melimpah.
Pada hari Selasa di bulan ketiga minggu kedua, saat Yin sedang membantu orang tuanya di minimarketnya itu, tiba-tiba saja ia lemas dan jatuh sakit. Hal itu sangat mendadak. Padahal sebelumnya Yin sehat-sehat saja. Sehingga, Yin diangkat oleh para pesuruhnya ke rumahnya, yang kebetulan tidak berapa jauh dari minimarket itu. Kebetulan saat itu, orang tua Yin sedang pergi ke kota untuk menghadiri pesta nikah saudaranya. Badan Yin tiba-tiba menjadi kejang-kejang sambil matanya terbuka lebar. Badannya memerah. Lalu adiknya yang saat itu sudah pulang sekolah, menelpon dokter untuk datang ke rumahnya. Saat dokter datang, dokter melihat seperti gejala masuk angin biasa. Tapi Yin seperti orang yang tidak sadar diri walaupun matanya terbuka lebar dan badannya kejang-kejang.
Ketika orang tua Yin tiba di rumah, mereka kaget melihat Yin seperti itu. Mereka pun merawat Yin dengan baik. Mereka membuatkannya bubur untuk makan Yin pagi, siang dan malam. Dan mereka pun tetap membeli obat Yin. Di hari keempat, badan Yin menjadi sangat dingin, ia tidak mau makan sama sekali dari pagi. Wajah dan tubuhnya menjadi sangat pucat. Orang tuanya tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi padanya. Dan saat pagi hari di hari kelima, tiba-tiba saja Yin ditemukan sudah tidak bernyawa lagi di kamarnya. Orang tua dan keluarganya san, gat sedih. Hari itu minimarket keluarga Ing tidak beroperasi. Kedua orang tua Yin menangisi kepergian anaknya itu. Dan tiba-tiba mereka teringat bahwa mereka belum memberikan tumbal akibat pemujaan mereka di Gunung Kawi. Apalagi bulan ketiga itu adalah waktu dimana usaha mereka tepat 2 tahun.
Saat itu Disa sedih sekali mendengar kabar ini, tidak hanya dia tetapi Mak Amoy. Bahkan semalam, Mak Amoy sempat mendengar ada seorang gadis yang berteriak, “Tolong! Tolong saya! Tolong jangan bawa saya!” Hanya saja Mak Amoy tidak tahu itu siapa. Setelah ia mendengar kabar ini, barulah ia tahu, bahwa yang meminta tolong itu adalah Yin. Lalu Mak Amoy hanya bercerita kepada keponakannya saja yang pada hari itu kebetulan sedang pulang ke rumah Mak Amoy. Dan keluarga Yang pun ikut diberitahu keluarga Ing bahwa anak mereka, yakni Yin, telah meninggal dunia. Yang pun ikut berduka, karena ternyata Yang pun menyimpan perasaan suka dalam hatinya terhadap Yin. Hanya saja, ia tidak berani mengungkapkannya secara langsung. Sehingga ia mengekspresikannya lewat membantu melayaninya untuk mengambilkan barang-barang yang dipesan Yin saat ke toko grosirnya.
Tetapi kejadian ini tidak membuat orang tuanya itu takut dan berhenti memuja. Malah, mereka selalu mencari pembantu baru untuk dapat dijadikan tumbal selanjutnya. Karena mereka lebih menakuti kemiskinan daripada kedamaian dalam hidup.
Sungguh tidak adilnya orang tua Yin. Mereka membuat hidup anaknya berakhir hanya demi segudang harta. Padahal hidup anaknya lebih berharga dari semuanya itu. Bahkan Yin, anak mereka, sedang menikmati hidupnya yang bahagia. Apakah sebenarnya mereka berhak melakukan hal ini terhadap Yin? Tidak. Bahkan Yin sendiri pun tidak rela hidupnya diambil begitu saja. Tetapi hak hidupnya diambil oleh karena keserakahan orang tuanya. Sungguh amat disayangkan, karena Yin memiliki rupa yang cantik dan kisah bermakna yang sudah terbangun di dalam hidupnya, tetapi tamat sudah dengan akhir yang tidak jelas dan menggantung. Dari cerita ini, saya merefleksikan bahwa ternyata keserakahan itu selalu tidak membawa kepada kedamaian dan sukacita. Keserakahan itu membuktikan bahwa kita tidak dapat menerima keadaan hidup yang sudah Tuhan beri saat ini. Sehingga manusia dengan keterbatasannya mencari cara yang dipikirnya sangat ampuh menolongnya, seperti lewat pemujaan kepada roh halus, yang biasanya manusia pikir dapat menandingi kekuatan Tuhan. Intinya kita harus bersyukur selalu atas keadaan hidup kita. Jangan pernah menuntut lebih. Biarkanlah kita berbeda dari yang lain dan itulah warna kehidupan manusia yang unik dan indah.
by: 170v1ana A.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar